band metal dari
berbagai generasi bersatu
menyuarakan dukungan
terhadap pluralisme.
“Tadi sempat hujan deras, tapi sekarang sudah berhenti. Ini
adalah bukti bahwa Tuhan
memberkati musik setan,” kata Daniel vokalis Deadsquad dengan
lantang dan jelas. Ucapan itu
kemudian diamini para
metalheads dengan mengangkat
tangan mereka yang membentuk
devil horns tinggi-tinggi ke udara.
Tentu saja ribuan manusia yang
Minggu (17/10) sore itu berada
di Bulungan Outdoor tidak
sedang melakukan prosesi
pemujaan setan ataupun upacara penyembahan berhala.
Melainkan, sebuah konser musik
metal sedang berlangsung di
sana.
Deadsquad adalah band terakhir
yang tampil sebelum break Maghrib. Minus pemain gitar
Choky, Deadsquad menggempur
telinga metalheads dengan
komposisi-komposisi padat namun
estetis mereka dari album Horror
Vision (2009). Setelah menuntaskan lagu
ketiga, “Hiperbola Dogma Monoteis”, pemain bass Boni yang memiliki gaya khas
mencabik-cabik 4-strings dengan
rokok tersemat di bibir itu
mengajak penonton berinteraksi.
“Coba gue mau lihat tangannya dong,” pintanya kepada para penonton. Sontak ribuan devil
horns kembali terlihat lagi di
udara.
Tampak puas, Boni kemudian
melanjutkan, “Ada yang bilang ini adalah simbol Zionis. Salah berat.
Mereka nggak tahu kalau ini
dipopulerkan oleh Ronnie James
Dio? Bertahun-tahun main musik
metal nggak kenal siapa Dio?”
Seperti yang tertulis dalam
keterangan di situs jejaring
sosial, konser yang
diselenggarakan kolektif Bandar
Metal yang diberi tajuk Metal
Untuk Semua itu, “Bertujuan mengkampanyekan perdamaian,
menghargai perbedaan dan
menjunjung toleransi antar umat
beragama yang belakangan mulai
terganggu dengan aksi-aksi
kekerasan/teror berkedok agama.”
Menengok pada konteksnya sebagai kampanye,
maka wajar rasanya bila hari itu
para musisi yang tampil terlihat
berapi-api dalam menyuarakan
aspirasi mereka masing-masing
dari atas panggung.
Seluruh band yang tampil di
acara tanpa sponsor ini tidak
ada satu pun yang dibayar,
mereka secara sukarela ikut
serta di acara ini untuk ikut
mengkampanyekan perlawanan terhadap terorisme dan
menghargai perbedaan.
Sementara keuntungan yang di
dapat dari acara ini nantinya
akan dibagi secara rata bagi
seluruh band yang tampil. Soal devil horns atau metal
horns, yang sempat jadi polemik
di kalangan metalheads Jakarta,
hari itu tampaknya menjadi isu
seksi yang terus menerus
disinggung para musisi yang naik ke atas panggung.
“Konser Pro-Pluralisme & Anti- Terorisme” juga sepertinya sengaja dirancang untuk
merespon propaganda yang coba
menggiring subkultur metal
menjadi eksklusif hanya bagi satu
golongan atau agama tertentu
saja.
Secara tersirat, tema ini
tampaknya telah dipahami
dengan baik oleh semua yang
hadir, “Pro-Prularisme” menjadi pesan: Musik heavy metal dan
subgenrenya adalah untuk
semua yang hadir, yang tidak
perlu dipolitisir dengan ajaran-
ajaran agama tertentu sehingga
berpotensi menyulut perpecahan komunitas di dalam subkultur
yang telah sejak puluhan tahun
lamanya hidup dalam aneka
perbedaan agama, suku, ras,
status sosial, dan sebagainya.
Tema “Anti-Terorisme” adalah untuk meng-counter upaya
infiltrasi doktrin teror dengan
kekerasan yang berkedok agama
kepada segenap metalheads
muda yang mayoritas mudah
dipengaruhi. Fakta membuktikan bahwa beberapa dari
”pengantin” (pelaku terorisme) di Indonesia adalah kalangan ABG.
Ada indikasi kuat pula bahwa kini
para teroris berkedok agama
coba menggunakan medium musik
metal sebagai salah satu proses
rekrutmen ”pengantin.”
Sebelum Deadsquad, Panic
Disorder memborbardir para
pecandu distorsi dari atas
panggung dengan nomor-nomor
beringas mereka. Bak hewan
buas yang berada di dalam kerangkeng, para metalhead di
barisan terdepan ber-
headbanging sembari
mengguncang-guncangkan pagar
barikade yang membatasi
mereka dengan panggung.
Seorang remaja puteri yang baju
dan rambutnya tampak basah
karena siraman hujan beberapa
waktu sebelumnya memilih untuk
melakukan sesuatu yang lebih
liar lagi: Berdiri di atas pagar barikade, dan mengguncang-
guncangkan kepalanya di sana
selama beberapa saat.
Panic
Disorder menyudahi kegilaan itu
dengan lagu terakhir, “Doktrin Penghancur”.
Hujan gerimis masih turun
tatkala band sebelum Panic
Disorder tampil, Seringai. Tapi
para metalheads tak gentar oleh
butir-butir air yang terus
berjatuhan di atas kepala mereka. Sebaliknya mereka
terlihat lebih berapi-api saat
mengepalkan tangan ke udara
sembari berteriak bersama-
sama, “Individu / Individu Merdeka!!!”
Seakan menolak tunduk pada
dogma apapun yang selalu
mencoba mengontrol pikiran
mereka. Melihat pemandangan ini
mengingatkan pada salah satu
bagian penting signature Roger Waters eks-Pink Floyd, “The Wall”: “We don’ t need no education / We don’ t need no thought control…”
Vokalis Arian13 seakan
menemukan ruang untuk
menyampaikan pandangan-
pandangan politisnya secara
leluasa di sini. Mereka yang
sepekan sebelumnya sempat menyaksikan penampilan Seringai
di Pantai Karnaval, Ancol, pasti
menyadari bahwa set list
Seringai sore itu tidak jauh
berbeda. Dan masih sama pula
seperti pekan sebelumnya, orasi Arian sore itu juga berisi seputar
kritiknya pada aparat kepolisian
Bandung yang susah memberikan
ijin untuk mengadakan acara
musik dan juga mengkritisi
kebijakan sensor internet oleh Menkominfo Tifatul Sembiring.
“Dia pernah mengatakan bahwa bencana alam yang terjadi di
Indonesia itu karena perbuatan
tidak bermoral. Sehingga dia
merasa perlu untuk memblokir
situs porno,” kata Arian. “Itu sih karena letak geografis Indonesia
saja yang berada di daerah
rawan gempa.” Selain nomor-nomor lama,
Seringai membawakan dua lagu
baru lainnya yaitu: “Dilarang di Bandung” dan “Program Party Seringai”. Dan hujan pun mulai reda.
Sebelumnya tampil cadas pula
band old school death metal
Jakarta, Ritual Doom yang masih
digawangi oleh gitaris perempuan
Vivi dan kini bersama vokalis Arry Fajar (eks-Purgatory). Band
brutal death metal Funeral
Inception membuka konser sore
hari itu dengan meng-cover
nomor milik Nile yang berjudul
”Kafir.” Doni Iblis, vokalis sekaligus show director Metal
Untuk Semua termasuk salah
satu yang berorasi cukup keras
sore itu.
”Metal is about fun! Metal tidak ngajari kita untuk ngebom, tidak
ngajari kita untuk membenci
atau anti terhadap agama lain,
it’ s about fun!” Tak lama setelah ia berorasi mendadak
hujan pun turun cukup deras.
Band grindcore yang sangat
plural komposisi personelnya,
Noxa, tampil cukup pagi di acara
tersebut. Karena beberapa orang personel mereka harus
bekerja di hari Minggu. Walau
tampil pagi bukan berarti para
penggemar tidak ada, venue
yang awalnya masih sepi
mendadak ramai begitu Noxa mengentak dengan nomor-nomor
brutal cepat dan pendek mereka.
Pluralisme memang bukanlah
sesuatu yang aneh di dalam
Noxa. Tak ada personelnya yang
bersuku dan beragama sama di dalamnya. Vokalis Tonny
beragama Kristen dan bersuku
Batak, gitaris Ade adalah Muslim
dan bersuku Jawa, bassist
Nyoman adalah Hindu dan berasal
dari Bali sementara drummer baru mereka, Alvin beragama
Katolik dan berasal dari Jakarta.
Semuanya berjalan dengan baik
di dalam band ini tanpa
menghiraukan apapun latar
belakang mereka masing- masing.
Beberapa yang tampil kemudian
di Metal Untuk Semua di
antaranya adalah band
metalcore Straightout, gothic
power metal Gelap, death thrash
metal Death Valley, veteran death metal Trauma, Sabor
hingga Death's Gray. Semuanya
sama-sama meneriakkan
perlawanan terhadap terorisme
dan pesan-pesan toleransi antar
umat beragama.
Jumlah penonton tidak
berkurang secara signifikan
ketika band thrash Oracle tampil
membuka sesi kedua setelah
break maghrib. Vokalis Troy Adam dengan rendah hati
berterima kasih karena bandnya
telah diundang di acara ini.
Kemudian mereka kembali
memanaskan amplifier dengan
lima lagu, yang tiga di antaranya merupakan lagu dari album
mereka No Truth, No Justice
(2010): “Blessed in Funeral”, “K.P.K” dan “Calo Bangsat (Airlines).”
Dreamer juga menjadi band yang
ditunggu-tunggu penonton
malam itu. Vokalis perempuan
Rika Ariga yang malam itu tampil
cantik dan lebih leluasa untuk
ber-headbanging setelah melahirkan, berhasil menjadi
faktor penarik penonton untuk
merapat ke depan panggung.
Mereka membawakan dua lagu
sendiri “Bait Suci” dan “Seroja 1975”,
sebelum mengundang vokalis heavy metal legendaris
Arul Efansyah untuk naik ke atas
panggung.
“Selamat malam, Rakyat Metal!” teriak vokalis band Power Metal
itu dengan suara melengkingnya
yang khas. Kemudian bersama
Arul, Dreamer membawakan dua
lagu Power Metal, “Angkara” dan “Timur Tragedi”. Untuk beberapa saat venue jadi terasa
berada di tengah pusaran puting
beliung akibat pertemuan energi
dari panggung dan penonton
yang sama besarnya.
Tak lama berselang setelah penampilan Dreamer usai, band
death metal Jakarta Timur,
Siksakubur, kembali membuat
ribuan orang yang masih
bertahan di sana menjadi
kehilangan kendali. Instrumental “Darah Terpilih” yang angker itu terdengar ketika pemain
gitar Andre Tiranda, pemain bass
Ewin, pemain gitar Nyoman dan
pemain drum Prama sudah siap di
atas panggung.
Ketika intro lagu “Anak Lelaki dan Serigala” yang menghentak terdengar, dan vokalis Japs
muncul, metalheads pun langsung
mengangkat devil horns mereka
tinggi-tinggi sekali lagi. Dan
Siksakubur pun tak segan
menggempur mereka dengan lagu dari album terakhir mereka
itu, Tentara Merah Darah (2010).
“Coba gue mau lihat tangan kalian semua. Gue mau melihat
apakah jari kalian masih baik-
baik saja,” kata pemain gitar Andre Tiranda kepada penonton
setelah memainkan lagu kedua,
“Menanduk Melawan Tunduk”. Dan tanduk-tanduk setan itu
pun terlihat kembali.
“Ternyata jari kita masih baik- baik saja, ya,” kata Andre kemudian sedikit tertawa.
Siksakubur pun melanjutkan
dengan “Destitusi Menuju Mati” dari album Eye Cry (2003), serta
dua lagu lagi dari album terakhir
mereka “Dewa yang Terluka” dan “Memoar Sang Pengobar”. Sebagai penutup acara,
Bandar
Metal mendaulat band thrash
metal legendaris Roxx sebagai
pemungkas acara. Roxx
barangkali satu-satunya band
yang paling santai malam itu. Meski di belakang panggung
terpampang spanduk acara
berukuran besar, lengkap
dengan nama acara dan
temanya, gitaris Jaya berkata
pada satu jeda, “Prularisme! Apaan tuh? Gue nggak ngerti.
Yang gue ngerti cuma
kemaluan!” Para penonton pun spontan terbahak-bahak
mendengar guyonan Jaya.
Namun, penonton tampaknya
telah mahfum dengan karakter
gitaris berambut keriwil yang
senang bersenda gurau itu. Sehingga ucapan tersebut tidak
menjadi sesuatu yang dianggap
kontra terhadap tema acara.
Roxx membawakan tujuh lagu
malam itu, di antaranya “Price,” “Rock Bergema,” serta “Heroin”— yang mereka tulis untuk mantan pemain drum
almarhum Arry Yanuar. Sebagai
penutup, tak lupa Roxx
membawakan satu nomor milik
Metallica, “Seek & Destroy,” yang mungkin sengaja dipilih
untuk menyatukan semangat
melawan terorisme.
Legenda thrash metal Indonesia
Roxx, vokalis legendaris heavy
metal/power metal Arul Efansyah, serta band-band metal besar
lainnya telah tampil menyuarakan
dukungan terhadap
kemajemukan—atau yang biasa kita sebut dengan Bhineka
Tunggal Ika. Maka masih perlukah
kita membangun eksklusivitas
golongan? Jelas tidak!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Total Tayangan Laman
DOWNLOAD:
VOLTURYON - Coordinated Mutilation (2011)
genre:Death
orgin:Sweden
BENIGHTED - Asylum Cave (2011)
genre:Death/Grind
orgin:France
IMPRECATORY - Mortal Intestines Decay [2005]
Genre(s) : Brutal Death metal
Origin : Indonesia (Bandung)
Band: Outlander
Origin : Indonesia (Pontianak,West Borneo)
Genre(s) : Slamming Brutal Death
DEAD SQUAD - Horor Vision (2009)
Indonesia (Jakarta)
Genre(s) : Tech. Brutal Death
Morbid Angel - 1989 -Abominations of Desolation
Morbid Angel - 1991 - Blessed Are The Sick
Morbid Angel - (1990) Altars Of Madness
Morbid Angel - 1993 - Covenant
Morbid Angel - (1995) Domination
Morbid Angel - (1996) Entangled in Chaos - (Live)
Morbid Angel - (2000) Gateways To Annihilation
Morbid Angel - (2002) Tyrants From The Abyss (Tribute to Morbid Angel)
Morbid Angel - (2003) Heretic
Morbid Angel - (2005) Ignominious - Part
Tidak ada komentar:
Posting Komentar